
Tahun ini, 10 seniman dari dalam dan luar negeri akan mempresentasikan karya mereka di Galeri S. Sudjojono, Taman Ismail Marzuki.
JIPFest 2025 menampilkan 4 sesi Artist Talk; semuanya digelar di akhir pekan di Galeri S. Sudjojono. Demi mendukung keberlangsungan festival, JIPFest memberlakukan sistem tiket Daily Pass atau 10-Days Pass untuk mengakses Exhibition, Indonesia Photo Fair, Projection Night, dan semua program Talk Show di Galeri S. Sudjojono.
SABTU, 13 SEPTEMBER 2025, 14.30 – 15.30 WIB, GALERI S. SUDJOJONO
Youth Is In The Air
oleh Ángela Rincón
Di San Andrés, masa kanak-kanak terwujud dalam gerak: sepeda di gang sempit, bola di pasir, tawa di atas punggung kuda. Saat kembali sebagai remaja, aku menemukan kembali irama pulau ini, dari budaya hingga keseharian yang ditenun laut dan angin. Dengan ruang bermain terbatas, anak-anak menjadikan jalan, dinding, dan pasir sebagai panggung imajinasi, menghadirkan kebebasan yang ragawi dan kolektif. Youth Is In The Air bukanlah nostalgia, melainkan refleksi tentang permainan yang bertahan, tentang masa kanak-kanak yang terus hidup di tubuh, jalanan, dan imajinasi meski perlahan digeser cahaya layar.
Ángela Rincón adalah fotografer dan seniman asal Pulau San Andrés, Kolombia. Ia memadukan latar belakang arsitektur dengan minat pada seni, budaya, dan pelestarian lingkungan. Karyanya, termasuk seri Youth Is In The Air , merekam kehidupan anak-anak dan remaja di pulau dengan infrastruktur terbatas. Ángela menerima penghargaan Jóvenes Talentos San Andrés (2017) dan National Youth Talent Award (2021), serta aktif memimpin proyek lingkungan bersama berbagai institusi.
The Way I Feel More Relieved
oleh Mai Nguyên Anh
Pada 2016, Mai Nguyên Anh menerima sebuah surel dari orang asing yang membuka kisah perselingkuhan penuh amarah dan penyesalan, sebuah pesan yang awalnya membuatnya terombang-ambing emosi tanpa jawaban. Lima tahun kemudian, ia membagikan surel itu kepada berbagai lelaki untuk mencari resolusi, lalu memvisualisasikan respons mereka melalui kutipan, gambar berbasis AI, dan potret para narasumber. Dari eksperimen ini, lahirlah karya yang merefleksikan maskulinitas dan kerentanan, sekaligus menguji sejauh mana AI mampu dan gagal, menerjemahkan kompleksitas emosi manusia.
Mai Nguyên Anh (lahir 1992) adalah seorang seniman visual dan kurator yang mengeksplorasi paradoks personal dan sosial. Pernah menjadi jurnalis foto di AFP dan VnExpress dari 2012–2015, ia meraih beasiswa menghadiri program Creative Practices di International Center of Photography, New York pada 2015, serta menerima Objectifs Documentary Award 2018. Mai jugalah seorang kurator dan penyelenggara PhotoHanoi, sekaligus salah seorang pendiri Matca, komunitas fotografi Vietnam. Karya-karyanya pernah dipamerkan dan dimuat di Financial Times, Bloomberg, The Guardian, dan The Daily Mail. mainguyenanh.com
Sesi ini ditampilkan dalam bahasa Inggris.
Presentasi karya dapat diakses dengan tiket Daily Pass atau 10-Days Pass.
SABTU, 20 SEPTEMBER 2025, 11.00 – 12.00 WIB, GALERI S. SUDJOJONO
The Womb Never Forgets
oleh Joanne Pang
Mengacu pada pengalaman kehamilannya sendiri, The Womb Never Forgets adalah sebuah kontemplasi atas ikatan ibu dan anak, juga tentang hakikat mencipta. Pang memadukan citra ultrasonografi, goresan tinta, dan cetak foto di kertas termal dalam kolase digital yang menautkan teknologi medis, ekspresi artistik, serta aliran waktu. Melalui proses ini, rahim dipandang bukan sekadar ruang biologis bagi kehidupan baru, melainkan juga inkubator energi kreatif dan ekspresif, serta perwujudan memori.
Joanne Pang (lahir 1986) mengeksplorasi hubungan antara tubuh, memori, dan materialitas melalui instalasi, lukisan, dan gambar. Karyanya telah dipamerkan di berbagai acara dan galeri, seperti Copenhagen Artweek (2015), Kilometre of Sculpture, Rakvere, Estonia (2016), Shiryaevo 9th Biennale of Contemporary Art di Rusia (2016), dan Whitestone Gallery, Singapura (2025). Dia telah menerima berbagai penghargaan, termasuk Singapore Young Photographer Award (2012), Singapore Design Awards (2012), dan UOB Painting of the Year (Singapura), Kategori Seniman Berpengalaman, Penghargaan Emas (2018). Pang juga merupakan pengajar di LASALLE College of the Arts, University of the Arts Singapore, dan pendiri prypress, ruang proyek penerbitan sebagai kuratorial independen di Singapura. joannepang.com
Rules for Photographing a Scoliotic Patient
oleh Woong Soak Teng
Skoliosis adalah kondisi ketika tulang belakang melengkung abnormal. Dalam kasus yang parah, ia dapat mempengaruhi pernapasan dan kemampuan bergerak. Rules for Photographing a Scoliotic Patient adalah proyek jangka panjang Woong untuk membuka jalan-jalan baru dalam melihat dan memahami tubuh yang mengidap skoliosis. Bagian dari penelitiannya, Woong memotret foam bodies (tubuh gabus), model tiga dimensi dari torso penderita skoliosis, yang dibuat oleh para ortotis untuk merancang penyangga guna mengatur kelengkungan tulang belakang.
Woong Soak Teng (lahir 1994) berpraktik di persinggungan antara penciptaan, produksi, dan pengelolaan proyek seni. Karya-karyanya menelisik kecenderungan manusia untuk mengendalikan fenomena alam dan alam itu sendiri. Ia pernah berpartisipasi dalam festival dan pameran internasional di Auckland, Kopenhagen, Daegu, Dali, Thessaloniki, Tokyo, Shanghai, dan Singapura. Penghargaannya meliputi Steidl Book Award Asia, Objectifs Documentary Award 2021, Kwek Leng Joo Prize of Excellence in Photography 2018, dan Singapore Young Photographer Award 2018. woongsoakteng.com
Sesi ini ditampilkan dalam bahasa Inggris.
Presentasi karya dapat diakses dengan tiket Daily Pass atau 10-Days Pass.
SABTU, 20 September 2025, 14.30 – 15.30 WIB, GALERI S. SUDJOJONO
Songs from Hill and Land
oleh Daisy Yang
Songs from Hill and Land merupakan persembahan bagi para pemuda kelas pekerja lintas negara asal Nepal yang meninggalkan kampung halaman demi mencari penghidupan di Kathmandu sebagai buruh konstruksi. Digerakkan oleh rasa tanggung jawab dan dibentuk oleh warisan sosial, mereka yang berasal dari kelompok terpinggirkan, merupakan sosok di balik pembangunan kota yang terus tumbuh. Namun, di balik batu dan semen yang mereka tancapkan untuk kemajuan bangsa, cita-cita pribadi mereka kerap terbentur dinding struktural. Songs from Hill and Land menggugat dominasi definisi maskulinitas barat dan mengundang pembacaan baru tentang bagaimana maskulinitas dibayangkan, diperankan, dan dirasakan sesuai konteks budayanya.
Daisy Yang (lahir 1985) adalah seorang seniman visual blasteran Taiwan-Kanada yang berakar pada tradisi fotografi dokumenter. Pengalaman pribadinya sebagai imigran muda membentuk arah karyanya, yang kerap membicarakan migrasi dan identitas, dengan penekanan pada sifatnya yang terus berubah serta arus geopolitik yang membentuknya. Karya Daisy sarat semangat kolaboratif dan telah dipamerkan di Kanada, Taiwan, serta Spanyol. Ia pernah menjadi pembicara tamu di University of British Columbia (UBC). Proyeknya, The Becoming, telah tampil dalam Himalayan Program UBC (2021) dan Lightbox Photo Library di Taipei (2023). daisyyang.com
Hijack Geni
oleh Kenji Chiga
Hijack Geni menelusuri batas-batas yang ajek bergeser antara tipu daya, identitas, dan keyakinan, di tengah gelombang impersonasi yang melanda Jepang. Di pusatnya, ada 90 potret rekayasa Artificial Intelligence, yang diciptakan dari swafoto dirinya sendiri, lalu dimodifikasi memakai FaceApp. Wajah-wajah ini bukan milik siapa-siapa, tapi mereka menyiratkan keberadaan orang-orang yang mungkin saja ada, alter-ego fiksi yang melayang di antara kemungkinan dan khayalan.
Kenji Chiga (lahir 1982) lulus dari Universitas Osaka. Ia berkarya di persimpangan antara kenyataan dan fiksi, antara individu dan kolektif, untuk mengungkap struktur dan dinamika tak kasatmata yang memengaruhi masyarakat. Memadukan riset dengan bentuk-bentuk ekspresi eksperimental, ia menggarap karya yang menyingkap relasi-relasi tersebut. Dalam inti praktiknya, ia menciptakan buku-buku dumi. Karya dan buku Chiga telah menerima berbagai penghargaan di Jepang dan mancanegara. Buku foto Hijack Geni, pemenang Grand Prize di Singapore International Photography Festival, diterbitkan oleh Iann Books pada 2024. chigakenji.com
MaNene
oleh Yoese Mariam
Di Toraja, kematian dipandang bukan sebagai akhir, melainkan bagian dari perjalanan dan percakapan sunyi antara yang hidup dan yang telah tiada. Dalam ritual Manene, makam dibuka, jenazah dirawat dan dikenakan pakaian baru, sebuah penghormatan yang sekaligus mencerminkan teknologi tradisional. Dari ramuan herbal antiseptik hingga liang batu di tebing yang menjaga jasad selama berabad-abad. Namun lebih dari sekadar pengawetan, Manene berakar pada keyakinan bahwa jiwa terus melangkah, sehingga yang meninggal tetap diperlakukan dengan kelembutan, sementara keluarga yang berkumpul menata kembali ikatan darah dalam kerinduan. Di titik pertemuan antara ritual, pengetahuan, dan kenangan, masa lalu hadir kembali, mengingatkan bahwa identitas terjalin bukan hanya dari warisan, tetapi juga dari apa yang kita pilih untuk terus dihidupkan.
Yoese Mariam adalah seorang ahli geosains dan pencerita visual asal Indonesia, dengan hasrat mendalam pada fotografi. Lulusan berbagai lokakarya fotografi, ia terpilih mengikuti Panna Future Talents 2022, sebuah program pendampingan bergengsi garapan PannaFoto Institute. Karya-karyanya menelusuri jejak identitas, ekologi, dan warisan leluhur melalui narasi visual yang kuat dan memikat. Pada Juli 2023, ia menerbitkan buku foto perdananya berjudul Three Photos Left. Setahun kemudian, pada Juni 2024, dumi buku foto keduanya, Landep, terpilih sebagai salah satu dari sepuluh finalis APhF Dummy Award, bekerja sama dengan Witty Books di ajang Athens Photo Festival 2024. Landep kemudian diproduksi dan diluncurkan pada Agustus 2024.
Sesi ini ditampilkan dalam bahasa Inggris.
Presentasi karya dapat diakses dengan tiket Daily Pass atau 10-Days Pass.
MINGGU, 21 SEPTEMBER 2025, 14.30 – 15.30 WIB, GALERI S. SUDJOJONO
Edge of the Day
oleh Dicky Irman Nassa
Dicky Irman Nassa (Jakarta, 1991) adalah seniman visual multidisiplin dengan latar belakang desain grafis, pengarahan seni, animasi 3D, dan fotografi. Pada 2024 ia menerbitkan photobook perdananya, The Happening, yang merefleksikan pertemuan singkat dan ritme rapuh kota. Karyanya telah dipamerkan dalam berbagai pameran, termasuk Copenhagen Photo Festival (2025), sementara ia terus mengembangkan praktik fotografi kontemporer dan kolaborasi berbasis desain serta narasi. @nassa.d
Sambrag
oleh Keyza Widiatmika
Sambrag berarti kacau, berantakan, tak terarah. Sebuah kata yang terasa pas untuk menggambarkan wajah Bali hari ini. Di jalanan, ruang tumpang tindih: yang sakral disandingkan dengan yang banal, yang spiritual dibenturkan dengan yang komersial. Trotoar jadi parkiran, pantai dipagari, vila menjulang di tanah yang dulu sakral. Gentrifikasi berjalan senyap tapi pasti, meminggirkan warga dan menggeser makna. Buku ini bukan tentang nostalgia, melainkan ajakan untuk membaca ulang arah pembangunan. Karena tidak semua yang tumbuh adalah pertanda kemajuan.
Keyza Widiatmika adalah seorang pendidik dan pencerita visual yang berdomisili di Bali, Indonesia. Ia pernah mengajar di Departemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Ia juga memimpin lokakarya tentang fotografi, penceritaan, dan media digital. Praktiknya mengeksplorasi ruang perkotaan, budaya visual, dan kehidupan sehari-hari, dengan fokus pada bagaimana pariwisata, perdagangan, dan ritual lokal saling beririsan di ruang publik. SAMBRAG adalah buku foto yang mengeksplorasi perubahan lanskap perkotaan dan ritme budaya Bali. @keyzawidiatmika
Trash Talk
oleh Meidiana Tahir
Trash Talk adalah sebuah buku foto yang merefleksikan siklus perilaku manusia terhadap lingkungan, dengan menyoroti interaksi kita dengan limbah dan jejak karbon di Amsterdam, Kuala Lumpur, Jakarta, dan Singapura. Melalui perspektif kota-kota yang berbeda, dari warisan budaya yang dilindungi UNESCO hingga metropolis dengan ketimpangan kelas dan kota terbersih di dunia. Karya ini berfungsi sebagai satire, menyoroti betapa mudahnya mengomentari masalah tanpa benar-benar menjadi lebih baik, pada dasarnya “mengkritik sampah” tentang bagaimana kritik terhadap limbah manusia justru menciptakan limbah baru.
Meidiana Tahir seorang visual storyteller yang berdomisili di Jakarta, Indonesia. Karyanya mengeksplorasi tema-tema identitas, isu sosial, dan lingkungan, menggabungkan sensitivitas multidisiplin dengan ekspresi artistik yang tidak hanya menyentuh secara emosional tetapi juga memicu pemikiran. meidianatahir.com
Sesi ini ditampilkan dalam Bahasa Indonesia
Presentasi karya dapat diakses dengan tiket Daily Pass atau 10-Days Pass.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi kami di program@jipfest.com atau +62 822-3781-3948 (Vickram).
JIPFest akan berlangsung pada 12–21 September 2025 di Taman Ismail Marzuki. Festival ini didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Administrasi Jakarta Pusat, serta Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.