Memperkenalkan Jakarta Internasional Photo Festival (JIPfest) kepada khalayak, panitia menggelar acara sosialisasi pada 17 Januari 2019 di Jakarta Creative Hub. Acara ini sekaligus menandai dimulainya rangkaian ajang pemanasan Road to JIPFest.

Acara sosialisasi yang dipandu Eka Nickmatulhuda ini dihadiri 66 orang. Yang menggembirakan, acara ini tak dihadiri fotografer semata. Banyak pihak dalam skena fotografi turut datang, termasuk pemilik venue, pengusaha bingkai, hingga pengelola studio cetak.

“Identitas selalu menarik dipersoalkan dalam fotografi. Apalagi, 20 tahun terakhir semua yang berkait identitas digugat kembali,” ujar salah seorang pembicara, Head Curator Firman Ichsan, tentang tema festival. “ Kami ingin fotografi menjadi medium untuk melihat menguatnya isu tersebut.”  

Program yang dinanti dalam festival, selain pameran foto, ialah kegiatan yang terbilang baru: Portfolio Review. Pembicara lain dalam sosialisasi, Portfolio Review Coordinator Irene Barlian, memaparkan program itu kepada pengunjung. 

“Festival ini akan digelar berapa tahun sekali. Apakah akan reguler?” tanya fotografer Feri Latief, salah seorang tamu. “Bagaimana strategi melibatkan publik?” tanya tamu lain yang mewakili sekolah fotografi Kelas Pagi Jakarta. Seperti direncanakan, acara sosialisasi juga bertujuan menggali pertanyaan dari publik. Dan berhubung JIPFest baru akan perdana diadakan, banyak pertanyaan dilontarkan.

Program Director Ng Swan Ti sempat menjelaskan secara kronologis terbentuknya JIPFest. Dimulai dari diskusi iseng dengan Cristian Rahadiansyah, seorang wartawan, dilanjutkan dengan riset dan pemaparan kepada sejumlah fotografer. Dari situ, gagasan mengkristal dan identitas visual festival pun dibentuk bersama praktisi desain Jippy Rinaldi.

Melalui koneksi profesional dan personal, para inisiator menjaring orang-orang yang mau terlibat secara sukarela sebagai panitia. Kini terkumpul total 36 orang dalam organisasi festival. Isinya tak hanya fotografer, tetapi individu dari berbagai latar belakang. Ada praktisi humas, akademisi, projectionist, penulis kebudayaan, hingga musisi indie. 

Serangkaian rapat digelar nomaden oleh mereka, mulai dari kedai kopi hingga lapo, ketika merancang program. Mayoritas program dipusatkan di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang menyimpan sejarah panjang eksperimen seni modern di Jakarta. Sementara program lainnya disebar di ruang publik di kawasan Jakarta Pusat, tepatnya di tempat-tempat yang menjadi saksi pergulatan kota ini dengan berbagai identitas. Harapannya, fotografi kembali dirayakan sebagai bahasa publik di Ibu Kota.

Usai acara sosialisasi, Road to JIPFest akan berlanjut ke Curators Lab, program pelatihan bagi kurator. Setelahnya akan digelar beberapa pelatihan bagi fotografer sebagai bekal bagi mereka untuk mengikuti festival. Rangkaian Road to JIPFest akan ditutup pada 25 Mei, sebulan sebelum festival dimulai.