Jakarta International Photo Festival (JIPFest) menghadirkan empat kuliah umum inspiratif dengan empat tema berbeda. Dua sesi (4 & 5 Juli) terbuka gratis untuk umum, walau kami merekomendasikan pengunjung datang lebih awal lantaran kapasitas kursi terbatas. Dua sesi lainnya (3 & 6 Juli) memberlakukan tiket masuk, yang bisa dibeli langsung di lokasi. Untuk reservasi, hubungi ardiles.akyuwen@gmail.com atau 0813-8585-0659 (Ardiles)
The Photo Book Who Cares by Teun van der Heijden
Di era digital, perhatian dan minat terhadap buku foto ternyata justru meningkat. Buku foto berbahan kertas mewakili wujud yang solid, sesuatu yang dapat kita genggam dan rasakan. Ia merupakan objek fisik yang mengandung aura orisinal sebuah objek. Bisa dibilang, buku foto juga merupakan sebuah novel visual. Dalam kuliah umum ini, Teun akan merefleksikan popularitas buku foto. Penjelasan tentang filosofinya memproduksi dan mendesain buku foto akan diselingi oleh anekdot seputar kolaborasinya dengan banyak fotografer, serta presentasi visual dari buku-buku yang pernah digarap oleh agensi miliknya, Heijdens Karwei.
Tentang Teun van der Heijden
Teun adalah salah satu pendiri Heijdens Karwei, sebuah agen desain grafis yang telah menghasilkan banyak buku fotografi pemenang penghargaan, termasuk Black Passport, Diamond Matters, Latitude Zero, Inshallah, dan The Migrant. Teun juga seorang profesor jurusan Visual Design & Hybrid Media di LUCA School of Arts dan anggota dewan fakultas International Center of Photography di New York.
Jadwal: Rabu, 3 Juli, 13:30-15:00
Lokasi: Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki
Tiket: Rp25.000
Understanding Identity through Photography by Firman Ichsan
Pada abad ke-19, fotografi berperan vital dalam konstruksi sosial sesuai persepsi kolonial. Selanjutnya, ketika banyak bangsa hendak merdeka, para juru foto melahirkan karya-karya yang menggambarkan pembentukan identitas bangsa. Menjelang abad ke-21, banyak isu identitas dianggap sebagai sisa dari pemahaman di zaman kolonial. Di luar identitas nasional, pembentukan identitas berlangsung pula di level individu, misalnya dalam pemilihan gender. Bagaimana fotografi menangkap identitas yang plural dan dinamis itu, serta membantu pemahaman kita akan kompleksitas isunya?
Tentang Firman Ichsan
Firman Ichsan adalah Kepala Kurator JIPFest 2019. Dia merupakan pendiri Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Budaya Visual Oktagon, pernah menjabat Ketua Pengurus Harian Dewan Kesenian Jakarta (2009-2012) dan Direktur Eksekutif Jakarta Biennale 2009, serta turut mendirikan Koalisi Seni Indonesia. Saat ini Firman mengajar fotografi di Institut Kesenian Jakarta.
Jadwal: Kamis, 4 Juli, 19:00-20:00
Lokasi: Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki
Tiket: Gratis
Photography as an Agent of Change by Shahidul Alam
Mampu membentuk persepsi akan kebenaran, fotografi memiliki kekuatan yang terbuka untuk digunakan dan disalahgunakan. Politisi, tokoh agama, pengiklan, LSM, dan organisasi kemanusiaan, semua memahami dan memakai fotografi untuk kepentingan mereka. Fotografi digunakan untuk mengekspos korupsi, menyoroti aksi keberanian, menarik perhatian pada penderitaan kaum tertindas. Di sisi lain, fotografi dimanfaatkan untuk membohongi publik, berperang, serta merusak reputasi orang yang tidak bersalah. Dalam dunia yang dijejali gambar, di mana media sosial dan ponsel memberi siapa saja kemampuan menantang pihak otoritas dan mempertanyakan media arus utama, fotografi sejatinya berperan sebagai agen perubahan, dan mungkin juga alat terkuat untuk mobilisasi sosial.
Tentang Shahidul Alam
Shahidul, seorang fotografer, penulis, kurator, dan aktivis, tercantum dalam daftar Person of the Year 2018 versi majalah TIME. Karyanya pernah dipajang di MoMA, Centre Georges Pompidou, Royal Albert Hall, Tate Modern, serta Tehran Museum of Contemporary Art. Dia juga pendiri agensi Drik, festival foto Chobi Mela, agensi Majority World, serta Pathshala South Asian Media Institute.
Jadwal: Jumat, 5 Juli, 19:00-20:00
Lokasi: Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki
Tiket: Gratis
Curating Photography by Zhuang Wubin
Kuliah umum ini adalah bagian dari upaya untuk merekam dan memahami kurasi foto di Asia Tenggara. Zhuang akan membandingkan pengalaman kurasi Yudhi Soerjoatmodjo (kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara dari 1994-1999) dan Manit Sriwanichpoom (yang memulai kurasi pameran sejak 2011, hingga menerbitkan Rediscovering Forgotten Thai Masters of Photography pada 2015). Mengingat keduanya bermula sebagai fotografer, apa sebenarnya yang mendorong mereka menjadi kurator? Apa yang hendak mereka capai? Apa pendekatan mereka? Akhirnya, pelajaran apa yang bisa kita petik dari pengalaman mereka dalam kurasi foto?
Tentang Zhuang Wubin
Sebagai penulis dan kurator, Zhuang fokus pada praktik fotografi di Asia Tenggara dan Hong Kong. Buku kelimanya, Shifting Currents: Glimpses of a Changing Nation, menampilkan karya fotografer Singapura Kouo Shang-Wei. Sebagai seorang artis, Zhuang menggunakan fotografi dan teks untuk memvisualisasikan pengalaman “menjadi Cina” yang terus berubah di Asia Tenggara. Dia adalah anggota dewan editor Trans-Asia Photography Review, penerima dana penelitian Prince Claus Fund, serta mitra peneliti Lee Kong Chian di National Library Board Singapore (2017-2018).
Jadwal: Sabtu, 6 Juli, 19:00-20:00
Lokasi: Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki
Tiket: Rp 25,000
Jika memiliki pertanyaan, hubungi ardiles.akyuwen@gmail.com atau 0813-8585-0659 (Ardiles)